Jumat, 25 Maret 2011

Gundaling

Bukit Gundaling
     Bukit Gundaling dengan ketinggian 1.575 meter dari permukaan laut berjarak 3 km dari kota Brastagi. Untuk mencapai bukit ini dapat dilakukan dengan berjalan kaki atau menggunakan sado. Di bukit ini terdapat taman yang indah, tempat bersantai dan sarana jalan setapak untuk olahraga yang mengitari puncak bukit Gundaling. Dari puncak bukit dapat dinikmati panorama gunungapi Sibayak dan gunungapi Sinabung yang mengagumkan. 
       Menurut situs resmi Pemeritah Kota Medan, bahwa lokasi wisata ini sudah dikenal sejak jaman penjajahan Belanda sebagai tempat rekreasi yang mengasyikan.

Lau Kawar

 
Danau seluas kurang lebih 200 hektare ini terletak di Desa Gugung, di kaki Gunung Sibayak. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.
  
Seperti umumnya danau, tetap memberikan pesona alam luar biasa ketika dipandang. Apalagi Lau Kawar merupakan pintu gerbang utama bagi para pendaki gunung untuk mencapai puncak Sinabung yang terletak 2.451 meter di atas permukaan laut.
  
Berdiri di tepi danau semakin terlihat dan terasa keindahan alamnya, alam Sumatera Utara. Di tengah marak dan gencarnya penebangan pohon, terutama pembalakan liar, ternyata kondisi huta di tepi Danau Lau Kawar masih terjaga.
  
Jelasnya, kini dataran di tepi danau pun sudah tertata dengan adanya jalan dan pagar bersisian dengan danau. Cuma agak sedikit disayangkan masih ada warga atau pengunjung yang menggunakan air danau untuk mencuci, padahal limbah kimia dari sabun dapat  mempengaruhi kualitas air danau, terlebih jika dipergunakan terus-menerus.
  
Pesona lain yang dijanjikan Danau Lau Kawar adalah pengunjung (wisatawan) bisa berkemah (camping) beberapa meter dari tepinya.Danau Lau Kawar di dataran Kabupaten Karo, Sumatera Utara dulu merupakan salah satu obyek wisata yang cukup tersohor, meski  belakangan nama danau itu nyaris tidak terdengar.
   
Obyek wisata danau di dataran tinggi Karo di kawasan Gunung Bukit Barisan itu masuk wilayah Kecamatan Naman Teran. Perjalanan menuju Tanah Karo yang banyak menyimpan potensi wisata itu cukup menyenangkan dengan pepohonan di kiri-kanan badan jalan. Atau, jurang ditumbuhi rerimbunan pohon.
  
Pastinya, hijau rerimbunan pepohonan dari hutan tropis itu tak pernah membosankan saat dipandang dan terlihat oleh mata kita dari balik jendela mobil, atau kaca depan penutup kepala (helm) jika mengendarai sepedamotor.
  
Udara segar dari hawa sejuk, terlebih ketika kabut tipis menyelimuti kawasan yang dilalui itu, semakin menambah kenyamanan serta ketenangan suasana perjalanan. Apalagi di hari biasa (bukan libur) tidak begitu ramai kendaraan lalu-lalang.
  
Perjalanan dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan, melintasi wilayah Kabupaten Deliserdang selama kurang lebih dua jam menjadi tidak terasa, apalagi sempat mampir di perbatasan Deliserdang – Tanah Karo, di Penatapan menikmati jagung rebus atau jagung bakarnya.
  
Di persimpangan Tugu Perjuangan Kota Berastagi, kita berbelok ke kanan menuju Kecamatan Simpang Empat. Wisatawan diberi pemandangan alam pedesaan diselingi seliweran angkutan tradisional jenis Sado (Andong), atau kerbau yang ditunggangi bocah-bocah.
  
Beberapa tahun silam infrastruktur jalan menuju Danau Lau Kawar (Naman Teran) kurang baik, namun kini ternyata telah mulus. Kondisi jalan provinsi Kabanjahe – Kuta Rakyat ini menyingkat waktu perjalanan untuk tiba di tepi Danau Lau Kawar  yang konon ada legendanya tentang anak durhaka. 

Danau seluas kurang lebih 200 hektare ini terletak di Desa Gugung, di kaki Gunung Sibayak. Lau Kawar ini pun merupakan salah satu dari dua danau di kawasan ekosistem Leuser.
  
Seperti umumnya danau, tetap memberikan pesona alam luar biasa ketika dipandang. Apalagi Lau Kawar merupakan pintu gerbang utama bagi para pendaki gunung untuk mencapai puncak Sinabung yang terletak 2.451 meter di atas permukaan laut.
  
Berdiri di tepi danau semakin terlihat dan terasa keindahan alamnya, alam Sumatera Utara. Di tengah marak dan gencarnya penebangan pohon, terutama pembalakan liar, ternyata kondisi huta di tepi Danau Lau Kawar masih terjaga.
  
Jelasnya, kini dataran di tepi danau pun sudah tertata dengan adanya jalan dan pagar bersisian dengan danau. Cuma agak sedikit disayangkan masih ada warga atau pengunjung yang menggunakan air danau untuk mencuci, padahal limbah kimia dari sabun dapat  mempengaruhi kualitas air danau, terlebih jika dipergunakan terus-menerus.
  
Pesona lain yang dijanjikan Danau Lau Kawar adalah pengunjung (wisatawan) bisa berkemah (camping) beberapa meter dari tepinya.